Sabtu, 13 April 2013

Sebuah kado yang terletak dikedua telapak tanganku.
Dia Aura telah menunggu pagi sepesialnya hari ini dia berada di taman kota. Diseberang jalan sana aku melihat ia sangat gembira dan tersenyum dengan ayah dan ibuku. Dan aku bahagia di pagi sepesialku juga.
Aku menyeberangi jalan dan tidak sengaja sepeda motor dengan kecepatan sedang menabrakku. Yang sebelumnya aku berfikir kalau aku akan baik – baik saja jika melewati jalan ini.
“Kak Luica!“
Sebuah jeritan keras yang muncul dari bibir Aura. Memang aku terjatuh cukup keras namun, aku tidak akan menunjukkan rasa sakitku kepada Aura yang seharusnya sekarang dia gembira tanpa menghawatirkan apapun dariku. Dari seberang jalan aku melihat Aura yang tengah menangis. Aku bangun tersenyum dan mengambil sebuah kado yang terlempar jauh dari jarakku terjatuh.
“kak Luica tidak apa apa?“
Tangannya yang hangat memegang kedua tanganku. Aku tetap membuka bibirku untuk tersenyum lebar walau darah mengalir dari kaki kiriku. Terasa sakit, tetapi jika melihat wajah Aura yang imut itu sudah membuatku melupakan luka ini. Namun, aku mulai merasakan akan datangnya kabut hitam yang menyelimuti kabut putih, datangnya hal buruk yang akan menutupi kegembiraanku dengan Aura.
“Luica kaki kirimu berdarah?!”
Suara yang muncul dari mulut ibuku yang terlihat khawatir. Aku masih tertawa dan tersenyum kepada ibuku dan Aura ayahku juga. Setelah itu aku langsung menggandeng erat tangan Aura. Entah? Kenapa hari yang seharusnya tidak ada hal seperti ini malah terjadi dan apa yang aku rasakan saat ini ketika aku menggandeng tangan Aura seakan aku tidak ingin melepaskan tangan ini dan seakan aku juga tidak ingin berpisah dengan Aura adik satu satunya yang aku cintai. Dia mulai tersenyum.
“kak Luica aneh… ditanya ibu seperti itu kakak malah tertawa, memangnya tidak sakit?“
Satu kalimat tanya tertuju kepadaku, aku masih tetap tertawa. Sambil berjalan ketempat pesta tersebut.
“Sakit? Kalau kakak liat wajah imut Aura sakitnya udah pergi kok,”
sebuah kalimat dari bibirku dan menyisir rambutnya dengan tanganku.
“Aura selamat ulang tahun yang ke 9 dan Luica selamat ulang tahun yang ke 14”
Beberapa kata yang terucap dari ibu dan ayah untuk kami berdua. Dan kebetulan juga tanggal dan bulan lahir kami berdua sama. Aura yang lahir pada tahun 2003 dan aku lahir pada tahun 1998 selisih 5 tahun. Aku masih menggandeng tangan Aura. Ia sepertinya juga tidak ingin melepaskan tangannya padaku. Sebuah kado yang berada di tangan kananku aku letakkan disamping ibu.
“kak..? kak Luica tunggu aku disini ya kak?”
Ucapan Aura yang melepaskan antara tanganku dan tangan Aura. Kenapa hatiku tidak seperti biasa? Seperti akan terjadi hal buruk kepada Aura tetapi jika aku mengatakan hal seperti ini perkataan adalah sebuah doa. Aku tidak mau ucapanku benar.
“Kak Luica ini kado untuk kakak! Maaf kak aku tidak membungkusnya dengan kertas kado dan kakak harus jaga baik – baik kunci ini ya..”
“ memangnya ini kunci pintu apa?”
“ di ruang bawah tanah, di tempat itu ada satu ruangan yang setahuku kakak belum pernah membukanya, bukalah pintu ruangan itu tanpa sepengetahuanku ya“
Kalimat Aura yang baru saja memberi kado untukku. Kado berupa kalung yang bergantung kunci. Indah dan imut seperti wajahnya. Aku menggandeng tangannya lagi dan mengambil kado yang aku letakkan disamping ibu yang akan aku berikan kepada Aura. “Selamat ulang tahun Au…”
Aku berhenti bicara dititik ini.
“AAA!!”
Dan aku mendengar jeritan anak kecil yang berdiri ditengah jalan aku melihat secara horizontal dimana anak itu menjerit. Sebuah mobil melaju dengan cepat dan tepat menuju kepadanya. Tiba – tiba Aura melepaskan antara tanganku dan tanganya dengan keras dan ia langsung berlari kearah anak kecil itu.
“AURA!!!“
Teriakku dengan keras,namun Aura tetap berlari menuju anak tersebut, aku mengikuti Aura berlari.
“…”
Sunyi dan sepi tanpa ada suarapun yang aku dengar.
“Au–ra?!“
Aku terdiam dan semua orang terdiam melihatnya, aku jatuh tertunduk sambil memegang kalung dari Aura.
“Au—ra?!”
Tidak aku sangka, cairan merah yang keluar melalui kepalanya dan hidungnya, hampir semuanya terselimuti oleh darah, terbaring tanpa ada sedikit gerakan pun, aku benar – benar tidak menyangkannya. Sunyi dan sepi hilang semua orang yang melihatnya termasuk ayah dan ibuku menghampirinya berusaha untuk menolongnya. Posisiku tetap jatuh tertunduk dan melihatnya. Aura adikku yang aku sayangi yang aku bangga – banggakan,adikku satu – satunya, dia menyelamatkan anak itu. Namun, Aura-lah yang malah terlahap oleh mobil kejam itu. Semua orang berusaha menyelamatkan Aura. Ada apa denganku? Aku tak bisa melakukan apa – apa? Kenapa tubuhku susah untuk digerakkan. Aku ingin memegang tangannya lagi. Aku paksakan diriku untuk bergerak.
“AURA…“
Aku berteriak sekeras mungkin dan berlari kearahnya,disampingnya, dan memegang tangannya sekali lagi. Dia melihatku dan tersenyum kepadaku walau wajahnya berlumuran darah.
“Aku memang kakak yang bodoh! Kenapa aku tidak bisa melindungi Aura, aku benar – benar kakak yang bodoh! Kenapa aku membiarkan tangannya lepas dariku?!! Aura kau masih bisa melihatku kan?! Aura?”
Ucapku dalam hati yang begitu menyesal dan menangis. Aku melihat matanya yang begitu berseri melihatku dan bibirnya yang tersenyum manis.
“K-Kak..? Jangan menangis? Aura nggak sakit kok… kalau Aura melihat kak Luica menangis nanti sakit Aura kembali lagi…”
“iya iya baiklah.. kakak akan tersenyum.. nih udah tersenyum… sekarang Aura masih sakit atau tidak? Pasti masih sakit?“
Jawabku sambil tersenyum menangis aku mengusap air mataku yang mengalir dan seakan tak akan berhenti.
“ibu ayah mengapa kalian hanya diam saja ? cepat panggil ambulannya?!”
Teriakku kepada ayah dan ibu. Mereka berdua sudah memanggilnya tetapi kenapa lama sekali.
“Kak..?”
“Iya Aura? Tunggu sebentar lagi ya? Aura kuat kok.. Aura jangan menyerah ya..”
Aura yang tetap menatapku dan air mataku yang masih mengalir dan kesal hatiku kenapa yang dipanggil tidak datang juga, rasa menyesalku melepaskan tangannya. Fikiran yang campur aduk tak karuan. Setelah aku mengucapkan kalimat itu Aura menggeleng.
“Kak… mungkin ini hari dimana aku lahir dan dimana aku meninggal.. Kak aku ingin kak Luica jaga kunci itu baik-baik dan jaga diri kakak..”
“Aura jangan bilang seperti itu, Aura kuat kok! Aura pasti kuat!”
Ucapku sambil menangis dan tetap memberi semangat padanya. Ia menggeleng lagi.
“Kak… tetaplah memegang tanganku… Kakak jangan menangis…”
Aura berbicara lagi dan mengusap air mataku yang mengalir di pipi. Tangannya yang semakin dingin menyentuh pipi kananku. Tak lama kemudian tangannya terjatuh dari pipi kananku dan saat aku melihat wajahnya ia sudah terpejam, tangan kirinya sehabis menyentuh pipiku jatuh di tangan kananku, dan tangan kanannya yang sebelumnya menggandeng tanganku dengan erat sekarang tidak.
“Aura?!”
“Aura?! Aura?! AURA!!”
Kenapa Ya Allah? Kenapa Kau ambil nyawa Aura terlebih dahulu? Kenapa Kau tidak menggantikannya denganku.
“Aura?! Aura bangun“
Aku menepuk pipinya yang lama-lama membiru begitu juga sekujur tubuhnya.
“Kak… tetaplah memegang tanganku”
Ucapan Aura yang terdengar lagi ditelingaku. Tangisku yang tak akan pernah berhenti mendengar ucapan itu. Aura ingin aku tetap memegang tangannya yang lembut. Tetapi kenapa hal ini harus terjadi kepadanya. Kenapa bukan aku awalnya. Aku benar – benar menyesal! Kenapa aku melepaskan tangannya begitu saja? Aura? Tolong bangunlah sekali lagi,kak Luica masih ingin melihat senyuman manis Aura. Aura tidak bergerak sama sekali,wajahnya putih pucat, darahnya yang mulai membeku, apakah dia benar – benar sudah didekat Allah?. Namun, aku masih belum rela tertinggal oleh bidadari kecilku yang imut dan manis. Apa yang harus aku lakukan saat ini. Ya Allah berikan satu kesempatan lagi agar aku bisa mendengar suaranya sekali lagi,melihatnya tertawa lagi. Aku tak percaya dia benar meninggal,suara hatiku masih berbicara kalau Aura masih hidup.
Ambulan yang ditunggu selama ini barusaja datang.kenapa semua terlalu menyepelekan hal seperti ini, aku masih berumur 14 tahun dan apa yang bisa aku lakukan selain menjaga Aura selama ini. Sebuah tempat tidur melayang membawa Aura masuk kedalam Ambulan.
“Aura?! Aura masih mendengar suara kakak?! Aura ayo bangun?!”
Ucapku sekali lagi untuk Aura. Dia tetap tidak bergerak sama sekali.
“Ya Allah… apa Kau benar mengambil nyawanya sekarang? Aku mohon.. jika Kau ambil nyawanya ambil nyawaku juga,agar aku bisa tetap memegang tangannya…”
“kak?”
Satu kata yang muncul dari bibir Aura. Dia berbicara walau hanya dengan satu kata lewat bibirnya. Dia tersenyum kembali,menatapku kembali dan memegang erat tanganku lagi. Ya Allah terima kasih,Kau sudah memberikan Aura satu kesempatan lagi untuk berbicara denganku, dan terima kasih Kau juga sudah memberikanku satu kesempatan lagi melihat senyum,pegangannya dan ucapannya. Namun…”
“kak..? Biarkan aku pergi… sendiri,kakak jangan ikut dan kakak jangan takut jika aku nanti tidak akan bertemu kakak lagi dan kakak jangan khawatir walau nanti alam kita berbeda Aura akan tetap disamping kakak dan memegang tangan kakak setiap hari…”
“Kak..? Selamat tinggal.. Aura sayang kak Luica yang manis”
“Tidak!! Aura jangan pergi?! Kakak mohon Aura jangan tinggalkan kakak sendiri disini.. Aura?”
Ucapan selamat tinggal Aura benar, ia benar – benar sudah pergi. Aku harus merelakan Aura aku mendengar ucapannya yang dia bilang tadi walau dia ada didekat-Nya, dia juga akan ada didekatku. Ya Allah jagalah Aura disamping-Mu. Jangan berikan ia kesedihan disana,buatlah dia tersenyum didalam Surga-Mu. Aura jaga dirimu baik – baik disana,jangan taruh kesedihan dihatimu dan tunggu kakak disana dan jangan pernah jauh – jauh dari samping-Nya. Aura selamat tinggal Kak Luica sayang Aura.
Aku sudah bisa merelakanya sedikit demi sedikit. Dan aku akan menjaga kunci ini baik – baik, ini adalah benda berhargaku dari Aura,ketika ia memberikannya ia sangat senang sekali dan tersenyum gembira. dan sekarang aku harus tersenyum lagi aku tidak boleh membuat Aura tidak tenang juga air mataku yang tetap menetes.
Keesokan harinya. Kulihat pagi ini melewati cendela kamar.Kicauan burung yang terdengar begitu merdu seekor kupu – kupu yang terbang menikmati udara segar di pagi yang cerah ini.
“Kak Luica ayo bangun..”
Aku mendengar suara Aura yang menyuruhku bangun.
“Kakak su…”
Aku berhenti untuk menjawabnya. Menjawabnya yang langsung melihat pintu kamarku.
“tidak ada ya..”
Ucapku kembali dengan tetesan airmata yang kembali mengalir. Ternyata itu hanya bayangan Aura yang memanggilku yang biasanya membangunkanku dengan semangat dengan senyumnya yang manis. Aku hampir lupa kalau Aura sudah pergi. Sepertinya kemarin itu hanya mimpi,tapi pasti itu hanya mimpi jadi aku bisa tenang saja hari ini. Aku tertawa dan membuka pintu kamarku. Aku keluar kamarku dan menutup pintunya kembali. sepi dan sunyi kenapa Aura tidak datang juga? Aneh.. biasanya ia menjemputku dan berteriak memanggilku?”. Aku menuruni tangga yang ada dirumahku dan mencari Aura yang terkadang ia bersembunyi didepanku. Rumah ini kenapa menjadi sepi? Tidak mungkin kan mimpiku itu nyata? Pasti bohong..”
“Oto-san.. Oka-san.. Aura dimana?”
Oto-san itu caraku memanggil Ayah dan Oka-san itu caraku memanggil ibu,aku sudah terbiasa menggunakan bahasa Jepang karena aku sangat menyukai bahasa Jepang.
“Aura?”
Ibu dan ayah yang berlari menghampiriku. Tetapi kenapa muka mereka begitu sedih. Memangnya apa yang terjadi dengan Aura. Bukankah ia hari ini baik – baik saja?”
“Sepertinya dia lupa”
Bisik ayah kepada ibu dan ibu memegang kalung bergantung kunci yang ada dileherku. Anehnya ketika ibu memegang kalung ini ibu menangis. Sebenarnya apa yang terjadi?
“Ng.. Oka-san.. kenapa Oka-san menangis? Sebenarnya apa yang terjadi?”
Ucapku yang memegang tangan ibu,ayah juga menangis,bukankah kalung ini dari Aura untukku? Tetapi kenapa? Kenapa mereka berdua tetap menangis?.
“Luica sayang? Kau benar – benar lupa apa yang terjadi kemarin?”
Tanya ayah kepadaku dengan wajah yang sedih. Wajah-wajah yang seperti kehilangan sesuati yang sangat berharga.
“bukankah kemarin hari ulang tahunku dengan Aura? Dan dimana Aura sekarang?”
Tanyaku kembali kepada ibu dan ayahku. Mereka terdiam. Hening dan sepi melewati tubuhku lagi dengan perlahan.
“Oto-san?”
Ucapku kembali yang mengharapkan jawabanku dari ayah. Tetapi kenapa ayah lama sekali untuk menjawabnya. Wajah ayah seperti sangat sulit untuk menjawabnya.
“Oka-san?”
Ucapku sekali lagi yang mengharapkan jawaban dari ibu. Kenapa ibu semakin menangis. Ada yang tidak beres disini,sebenarnya apa yang terjadi kenapa pertanyaanku tak ada satu pun yang dijawab ayah dan ibu. Dan juga Aura tidak keluar-keluar dari kamarnya. Ibu memelukku dan ayah juga memelukku. Tetapi kenapa hanya aku yang dipeluk,dimana Aura yang seharusnya mereka peluk juga.
“Oto-san Oka-san.. kenapa hanya aku saja,kenapa Oka-san tidak memanggil Aura juga?”
Tanyaku sekali lagi kepada mereka. Mereka memelukku semakin erat lagi. Sebenarnya apa yang terjadi. Mereka berdua seperti tidak ingin menjawabnya dan ingin melupakan apa yang aku katakan,sudah terlihat dari wajah ayah dan ibu.
“oh iya.. Oka-san Oto-san aku semalam bermimpi Aura pergi.. sebenarnya itu akan pertanda apa?”
Tanyaku kembali. Mereka terlihat kaget. Apa jangan jangan…”
Aku berhenti sejenak dan mengingat kejadian kemarin. Hening dan sepi tetap menyelimuti kami sebagai suasana pagi hari.
“Jadi begitu..”
Ucapku yang begitu datar. Aku mengingatnya ternyata bukan mimpi yang kuanggap mimpi itu adalah kejadian kemarin.”Menyakitkan!” ucapku yang terjatuh membungkuk dan memulku ubin rumahku yang cukup keras. Sakit! Memang sakit aku memukulnya tetapi lebih sakit lagi jika aku ditinggalkan. Darah yang keluar melalui tangan kananku,dan tangisan yang mulai mendatangi wajahku,kesedihan yang mulai menyelimutiku. Tak kusangka kenapa aku lupa padahal kejadian itu kemarin. Dan suara tadi itu hanya suara Aura yang terbiasa terdengar, mangkannya kenapa pagi ini sangat sepi biasanya aku mendengar Aura bernyanyi terkadang membaca buku diruang tamu.aku memegang kunci ini yang ada dileherku. Ayah dan ibu hanya melihatku saja mereka begitu sangat sedih. Tetesan air mataku semakin deras dan hatiku seperti ada ledakan didalamnya,seperti hujan yang begitu lebat dan petir yang saling menyambar.
“menyakitkan! Menyakitkan! Menyakitkaaan..!!!!”
Aku menjerit sekeras mungkin.aku begitu menyesal dan kesal hatiku benar – benar sakit jeritan belum cukup untuk menenangkan hatiku yang seperti ini. Ya Allah kuatkanlah hatiku ketika kau turunkan cobaan yang begitu berat untuk aku hadapi.
“Aura maafkan kakak.. kakak tidak bisa melindungi Aura.. kakak benar – benar munta maaf..”
Suara hatiku yang begitu terasa diotakku. Kunci ini? Sebenarnya apa isi ruangan itu?. Aku berhenti menangis dan memperhatikan kunci itu. Aku langsung berlari menuju ruang bawah tanah sebelum itu aku mengambil senter kecil untuk menerangi jalanku.
“Luica kau mau kemana?”
Teriak ibuku yang juga tiba – tiba berhenti menangis karenaku.
“Gomennasai… Oka-san (maafkan aku bu)”
Teriakku untuk ibu. Aku mulai membuka pintu masuk keruang bawah tanah,aku mulai menuruni tangga dan menyalakan senterku dengan tangan kiri.
“Kakak..”
Seperti ada yang menggandeng tanganku dan tidak salah lagi itu suara Aura yang memanggilku. Aku menoleh kanan kiri. Tak ada seorang pun selain aku. Aku berjalan lagi dan mencari pintu dari kunci ini. Tak lama aku menemukan pintu itu. Seperti lama tidak dibuka.
“Cklek! Cklek!”
Suara kunci yang sedang membuka pintunya.
“Apa! Ini? Genggaman..”
“Aura?”
Ucapku dengan menoleh sebelah kanan. Aura tiba – tiba ada disampingku dan menggandeng tanganku ia tersenyum melihatku dengan tubuhnya yang diselimuti cahaya putih.
“Aku buka!”
Perlahan tanganku menuju pegangan pintu dan memegang tangan Aura dengan erat, Petang gelap gulita. Aku nyalakan lampunya. Aku memasuki ruangan itu melihat sekeliling ruangan indah tenang sungguh menenangkan.
“jadi ini hadiah Aura untuk kakak?”
“Apa?! Bukanya tadi.. tidak mungkin? Dia tadi ada disini..”
Aku kaget awalnya sebelum aku membuka pintu Aura menggandeng tanganku tetapi sekarang dia menghilang.
“Kak… tetaplah memegang tanganku.”
Teryata Aura tidak bohong walau ia tidak terlihat ia tetap memegang tanganku. Lucu sekali triknya. Dasar adikku yang nakal dan imut. Aku memasuki ruangan itu lebih dalam di pojok kanan ruangan tersebut ada cahaya lampu yang berkelap – kelip terang. Aku menghampiri cahaya itu ditengah cahaya tersebut ada sebuah kalimat yang mengatakan “Aku ingin menjadi guru bahasa Jepang seperti cita – cita Kak Luica :) “. Jadi begitu, selama ini Aura ingin menjadi sepertiku. Pantas saja dia selalu meniru apa yang aku lakukan.
Aku memegang kunci ini dan mulai meneteskan air mata lagi. Aku begitu kagum dengan Aura, dia adik yang baik,cerdas,pintar,cantik,imut.
“sepertinya aku tidak bisa melupakanmu Aura”
Ucapku yang mengusap air mataku dan tersenyum sedikit. Setelah aku melihat kalimat itu aku melihat kearah lain lagi, aku melihat ada kanvas luas yang membelakangiku aku coba tuk menghampiri kanvas itu dan membalikkannya “ Nee – Chan :) Watashi ” (ditulis dengan huruf Hiragana yang artinya “Kakak :) Aku “). Dalam badan kanvas tergambar tubuhku dan tubuhnya yang tangannya saling bergandengan. Gambarnya bagus walau kurang sempurna tetapi aku akan menghargainya. Disamping kanvas tersebut aku melihat album kecil yang tergeletak disana. Aku membuka album itu ada banyak fotoku dan foto Aura, foto yang kami ultah 3 tahun kemarin waktu itu Aura sangat lucu,aku lihat baliknya ada Aura yang berumur 5 bulan yang ini malah lucu banget di situ aku terlihat menangis entah kenapa saat itu aku menangis maklumlah aku sudah lupa. Aku mencoba untuk duduk dan bersantai diruangan ini, dengan AC didalamnya itu membuat ruangan ini sejuk dan segar.
“Bagus kan kak ruangan ini?”
Aura yang lagi – lagi mengagetkanku lagi dan berada disampingku lagi. Dia berwujud seperti pertama tadi yang tadinya aku masih ada di depan pintu ruangan ini.
“A-Aura! S-sejak… Sejak kapan Aura ada disini??”
“ Sejak dari tadi aku disini kak..”
“Aaahh..??”
Dengan santainya Aura mengatakan kalimat itu. Aku berbaring diruangan lingkup yang seakan berada di surga kecil, sejuknya hawa yang menyelimutiku tenangnya ruang hingga aku ingin sekali terlelap didalamnya,sungguh menenangkan.
“Kakak?!”
Panggil Aura lagi yang tiba – tiba ada di depan mataku. Dia tersenyum manis melihatku kaget.hmm.. ternyata Aura juga tetap Aura tidak berubah sedikitpun.
“ng..?”
“ Ayo ikut aku kak.. “
Sebenarnya Aura ingin mengajaku kemana? Ia mengalurkan tangannya agar aku menggandeng tangan Aura. Aku ragu – ragu untuk memegangnya hanya sedikit takut tetapi aku paksakan diriku dan pelan – pelan meraih tangannya. Suhu dingin mulai menyelimuti telapak tanganku seperti es yang membeku. Dengan rambut terurai dan baju yang manis berjalan mengandengku ke satu pintu yang sebelumnya aku tidak melihatnya. Terletak di seberang lampu kelap – kelip tadi,anehnya.. kenapa aku baru sadar sekarang kalau di sana masih ada pintu. Apakah masih ada ruangan lagi, selama ini aku tidak pernah tahu kalau ada ruangan seluas ini.
“Kak Luica coba buka pintu ini dengan kunci itu..”
“A! Hem!”
Ucap Aura yang menyuruhku membuka pintu itu dengan kunci ini. Dan aku menjawabnya dengan sedikit kaget “ baiklah aku buka ”. Taman bunga yang selama ini aku tidak mengetahuinya tersembunyi diruang itu. Indah bunga – bunga yang tersebar luas warna – warna bunga. Indah sungguh. Ini benar – benar indah sayangnya aku mengetahuinya ketika Aura sudah tiada.
“ Kak Luica.. Aku kembali pulang ya.. “
“tapi kakak jangan sedih jika Aura pergi..”
tetaplah tersenyum..
sampai jumpa kak.. Aura sayang Kak Luica”
Aura mulai pergi kembali disisi-Nya. Selamat tinggal Aura aku juga sayang Aura. Dan juga aku akan menjaga ruanganmu dan taman bunga ini. Aku akan terus tersenyum dan aku akan terus tertawa.
Selesailah kesedihanku ini dan aku akan bersemangat demi cita – citaku dan Aura adik tersayangku.

Karangan : indri triyas merliana
facebook : Indri Kun

Selamat membaca.. :D